Ngawi selain menjadi kabupaten ujung barat Jawa Timur, juga termasuk kabupaten persinggahan bus antar kota, dari arah Cepu, Bojonegoro, Surabaya, Semarang dan Jogjakarta. Namun kali ini saya coba pilih bus arah Bojonegoro menuju Lamongan. Niat hati safari Ramadan, pengen merasakan indahnya Ramadan di kota lain. Meski seorang pejalan sering dicap boros, buang-buang uang dan sebagainya. Apa bedanya dengan yang hobby belanja, kulineran dan sebagainya, jatuhnya tuduhan yang sama. Lalu bila tidak digunakan akan untuk apa uang itu ditimbun, toh tidak dibawa mati. Bagi saya Traveling adalah sebuah pencapaian dan ketenangan, semacam meditasi jiwa biar nggak stress hehe. Untuk tuduhan boros, okelah tergantung bagaimana orang menilainya tapi tetap penilaian terakhir oleh Tuhan.
Menuju Lamongan,
lewat jalur Bojonegoro lalu ganti bus arah Lamongan. Saya akan menjajal budget
Rp. 100.000,- menuju Lamongan. Mula-mula naik bus arah Bojonegoro dengan tarif Rp.
25.000,-. Bus biasa ngetem di terminal Ngawi dan di timur perempatan Kartonyono
Ngawi, saya menunggu bus di timur perempatan. Perjalanan kurang lebih 2,5 jam,
sebenarnya bisa 2 jam namun bus banyak ngetem di beberapa titik. Berangkat dari
Ngawi jam 12.15 WIB sampai di terminal Bojonegoro jam 14.10 WIB. Sebenarnya mata
sedang iritasi (conjungtifitis) penglihatan buram, namun bismillah tetep
jalan, kondisi kaki baik-baik saja. Menginjakkan kaki di terminal Bojonegoro
hampir semua terlihat seperti kabut, buram, saya kesulitan membaca tulisan di
bus yang menunjukkan arah. Khawatir kena calo, cuma duduk diam sembari mengeja
tulisan yang ada di bus, rupanya semua bus arah Surabaya dan bisa berhenti di
Lamongan.
Setelah
yakin barulah naik bus tersebut menuju Lamongan dengan tarif Rp. 14.000,-.
Tujuan pertama setelah tiba di Lamongan adalah kos adiknya Danik, jadi Danik
ini kawan semasa kuliah dulu, dia tinggal di Sedayu Lawas, masih daerah
Lamongan namun jauh dari kota. Adiknya kuliah di Unisla dan ngekos di dekat
kota, saya dan Danik gagal bertemu karena dia sibuk, untung saja saya diberi
tempat tinggal selama di Lamongan. Cicik, adiknya Danik pun juga pulang ke
Sedayu dan saya sendirian di kamar kosnya haha. Tiba di kos sekitar jam 17.00
WIB, sempat disapa oleh Erika dan Yuni (kawan kosnya Cicik). Tak berapa lama
azan magrib berkumandang, Erika memberi saya takjil untuk membatalkan puasa. Setelah
menunaikan magrib saya langsung pamit keluar ke Erika, sudah janjian dengan
adik komunitas lingkar pena yang cukup lama juga tidak bertemu dengannya.
Bagus, dulu kami satu komunitas tapi saya sudah keluar dari komunitas tersebut
karena kesibukan.
![]() |
| bersama Dek Bagus makan mie ayam |
Kami berjalan
keliling alun-alun Lamongan untuk cari Mie Ayam, padahal saya sedang berada di
Lamongan, kenapa tak terpikir untuk kulineran soto Lamongan ya waktu itu? hmmm.
Pertemuan kami sangat singkat, hanya sekadar bertukar kabar dan makan bersama.
Azan isya sudah berkumandang, saya diarahkan Bagus untuk isya dan tarawih di
masjid Polres, sedangkan dia kembali ke pondok pesantrennya, kami tidak bertemu
lagi setelah itu. Masjid Polres ini sangat nyaman, karpetnya bersih dan harum,
ruangan segar mungkin karena ber-AC kali ya. Saya betah salat di situ, 23
rakaatpun jadi tak terasa berat. Keluar dari masjid, baru kepikiran makan
sahur, saya beli nasi goreng di dekat masjid untuk dibawa ke kost. Apes sungguh
apes, nasi goreng yang saya bungkus tadi dimakan gerombolan semut, tak ada lagi
menu sahur. Untunglah Yuni mengajak saya sahur bareng, kebetulan dia masak
banyak, fyuh terima kasih Yuni.
***
![]() |
| main ayunan di alun-alun bersama Mbak Fitri |
Minggu
pagi sudah janjian dengan kawan lingkar pena lagi untuk keliling Lamongan. Fitri
Areta, dia kawan baik saya, setiap hari kami cuap-cuap lewat whatsapp kali ini
kopi darat dong hehe. Cek out dari kos, selanjutnya Mbak Fitri
mengundang saya untuk menginap di rumahnya, kebetulan suaminya bekerja (sift
malam). Mbak Fitri ini bekerja di taman baca alun-alun, dia juga penulis aktif,
sering masuk koran pula karena prestasinya. Kami berjalan santai berkeliling
alun-alun sambil Mbak Fitri menceritakan apa-apa saja yang ada di kotanya. Suaranya
yang lirih dan lembut memaksa saya mendekatkan telinga agar paham apa yang ia
sampaikan. Lamongan dikenal dengan kota soto, kuliner satu ini memang cukup
terkenal. Semasa kuliah dulu, saya dan Danik juga kerap makan soto Lamongan di
kantin depan kampus, dan penjual soto Lamongan ini tersebar di mana-mana, emang
juara sotonya. Untuk camilan khas, ada wingko, salah satu daerah penghasil
wingko di Lamongan adalah Babat, jadi dikenal dengan sebutan wingko Babat. Wingko
ini camilan yang berbahan dasar ketan dicampur parutan kelapa, manis, gurih
legit rasanya.
Berikut gambar-gambar yang Mbak Fitri abadikan di beberapa spot menarik di alun-alun Lamongan
Mungkin karena masih suasana
puasa, Mbak Fitri tidak membahas kuliner, lebih ke destinasi dan sejarah. Ini asiknya
ngobrol dengan warga lokal, mereka lebih menguasai apa saja kekayaan yang ada
di daerahnya. Alun-alun Lamongan ditata sedemikian cantik, banyak spot foto,
mainan anak, taman bunga hingga taman burung. Kami betah berlama-lama di sini,
sebenarnya ada beberapa daerah pesisir pantai seperti di dekat rumah Danik di
Sedayu Lawas. Ramadan 2012 saya dan Bety (pernah saya ceritakan di -à https://friliyaaika.blogspot.com/2018/12/kalau-udah-di-jember-mau-kemana-ya-lets.html)
mampir ke tempat Danik, kami ngabuburit di tepi pantai sambil menyaksikan
matahari terbenam. Ada juga daerah Paciran dan di sekitar Wisata Bahari
Lamongan (WBL). Tapi saya tidak mampir ke situ, lebih ke explore masjid. Ada masjid
baru di Lamongan yang cukup terkenal dan hits di instagram, disebut masjid
Namira. Sore hari kami berencana mampir ke sana, namun sebelumnya Mbak Fitri
mengajak saya nonton di bioskop Lamongan.
Mendadak teringat bioskop baru
yang ada di Ngawi, malah belum mampir ke sana. Ya tak apalah ke bioskop
Lamongan dulu, rupanya ini juga kali pertama Mbak Fitri ke bioskop Lamongan karena
rumahnya yang berbatasan dengan Gresik, biasanya bila ingin nonton lebih pilih
ke bioskop Gresik. Kami memilih film horor “Roh Fasik”, saya jarang suka film
horor sebenarnya namun film kali ini banyak nuansa religi dipadu dengan cerita
mistis perjanjian dengan jin. Filmnya bagus, banyak pesan moral yang
disampaikan, cocok dengan suasana Ramadan. Usai nonton kami bergeser ke masjid
Namira yang katanya hits itu, astaga saya kemana saja kok baru tahu kalau ada
masjid hits di Lamongan. Area parkir masjid ini sangat luas, masjidnya pun
megah dan asri pantas saja dikunjungi banyak orang. Katanya masjid ini milik
perseorangan, wah kira-kira sekaya apa ya pemiliknya hingga bisa mendirikan
fasilitas ibadah semegah ini?
Kami pinjam mukena di tempat
peminjaman khusus yang dijaga petugas, aroma mukenanya saja menenangkan. Menuju
masjid kami melewati jembatan kolam ikan nila dan banyak jenis ikan nila, eh
nila atau koi ya? Hmm entahlah saya kurang paham per-ikanan hehe. Banyak muslimah
ber-niqab yang sedang mendirikan majlis ilmu sambil menunggu waktu berbuka. Usai
menunaikan asar kami hanya duduk di dalam masjid, menikmati suasana yang
menentramkan sembari beristirahat setelah jalan-jalan seharian. Oy waktu duhur
saya diajak ke masjid agung alun-alun, ada yang unik di halaman masjid. Terdapat 2
gentong dan sajadah batu, konon itu dibawa oleh 2 putri kembar asal kerajaan Kediri,
Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi. Kedua benda itu adalah syarat dari Bupati Lamongan
karena kedua putri kembar ingin melamar dua putra kembarnya Panji Laras dan
Panji Liris. Namun setelah berhasil memenuhi syarat, kedua putri kembar ini
ditolak oleh kedua Panji kembar sehingga terjadi perang. Peninggalan tersebut
dipajang di halaman masjid, mungkin agar masyarakat Lamongan bisa mengenang
peristiwa tersebut.
Bersambung….
![]() |
| dua gentong dan sajadah batu peninggalan kerajaan Kediri di masjid agung alun-alun Lamongan |
![]() |
| masjid Namira |
Berikut rincian tarif, apakah Rp. 100.000,- cukup untuk
perjalanan menuju Lamongan?
- Bus Ngawi-Bojonegoro : Rp. 25.000,-
- Bus Bojonegoro-Lamongan : Rp. 14.000,-
- Ojek online menuju kos : Rp. 4.000,-
Dikalikan 2, total = Rp. 86.000,-
Tidak mencapai angka Rp. 100.000,- menuju Lamongan
Bagaimana, tertarik
untuk ke Lamongan dengan budget hemat???











Hahaha...suaraku terlaku lembut ya mbk🤣🤣
BalasHapuskamu cocok jadi putri Solo wkwk
HapusBukan putri Solo mbak.. tapi yg bener mantunya orang Solo😄
Hapus