Beberapa kali lewat,
tak disangka ada saatnya sangat rindu dan ingin berlama-lama di tugu 1000 km Anyer-Panarukan. Seusai pernikah No pada 2015 lalu, saya dan Ainun diajak No ke Pasir Putih Situbondo. Saya minta mampir ke tugu Anyer-Panarukan, namun tak
berkesempatan karena hari sudah gelap waktu itu. Perjalanan dari terminal
Bondowoso ke Situbondo tak terlalu jauh, saya tiba di terminal Situbondo
sekitar pukul 16.00 WIB. Ternyata tak serta merta langsung bisa turun di depan
tugu, masih harus oper elf kecil, dengan membayar Rp, 5.000,- barulah saya
bisa ngabuburit di Tugu.
Di dalam elf sempat
memerhatikan warga lokal yang ngobrol dengan bahasa Madura. Iya bahasa
Madura, penduduk Situbondo didominasi warga dari Madura, atau mereka kebanyakan
bekerja di luar pulau Madura seperti Surabaya, Probolinggo dan Situbondo ini. Para wanita menggunakan tutup kepala minimalis
(kerudung) dan mata mereka nampak cantik dengan celak warna hitam.
“Dek sudah sampai Anyer” suara Pak supir sontak membuat
saya kaget. Anyer? Dalam hati saya adakah rindu di Anyer? Entahlah, setiap
perjalanan selalu ada yang membuat rindu. Warga lokal menyebut ini sebagai tugu
Anyer, padahal saya tengah berada di Panarukan. Ada buku yang menyebutkan tugu
ini palsu, tugu asli sudah tertutup bangunan toko plastik yang berada tak jauh
dari tugu yang ada sekarang.
Senja mulai tenggelam, saya hanya
duduk menikmati megahnya tugu Anyer-Panarukan ini. Berada di Panarukan namun
saya memakai scraft Banten.
“Dari Banten ya, Dek? Kok sendirian? tanya salah satu orang dari rombongan motor yang juga berhenti di tugu.
“Bukan, Mas, saya dari Ngawi, Jawa
Timur, hanya saja scraft ini memang sengaja saya bawa saat berhasil menginjakkan
kaki di Panarukan. “Habis ini mau ke mana, Dek?” tanyanya lagi. “Mau ke kawah
Ijen, Mas” jawab saya. “Sendirian? hati-hati ya, Dek” kalimat terakhir dari
Mas yang lagi nunggu rombongan motornya lengkap.
Misi selanjutnya, saya ingin
menelusuri jejak tugu 1000 km Anyer-Panarukan yang asli. Menurut informasi, tugu
tersebut berada di salah satu toko plastik. Mencari ojek untuk menuju pasar di mana toko tersebut berada, sebenarnya jarak tak terlalu jauh sih, namun saya ingin hemat
tenaga. Mas tukang ojek membantu saya menemukan toko Akbar plastik, setelah
beberapa kali Mas tukang ojek tanya sana sini, kami akhirnya menemukan toko
tersebut.
Toko "Akbar" yang diduga tersimpan tugu asli |
Namun nihil, saat saya konfirmasi
kepada Pak Ilham (penyewa toko), beliau memberikan informasi bahwa tugu yang
asli itu tidak pernah ada. Wallahu a’lam apakah kesaksian beliau benar adanya. Sebuah
prasasti bersejarah kenapa bisa hilang begitu saja? Merasa sudah tidak ada lagi
informasi yang bisa saya gali, akhirnya saya pamit melanjutkan perjalanan ke
Banyuwangi. Pak Ilham berbaik hati mengantar saya mencari bus di depan tokonya.
Dan beliau juga menuturkan bahwa saya orang ke sekian yang datang ke
tokonya untuk menggali informasi keberadaan tugu asli. Bus pun melaju, membawa
saya meninggalkan Pak Ilham dan misteri tugu 1000 km Anyer-Panarukan.
Komentar
Posting Komentar