#5 PESONA JEMBATAN AKAR, BADUY LUAR

       Udara segar subuh membuat kami membuka mata dan beraktifitas. Antara sedih dan senang, sedih karena hari ini (3/11/19) berpamitan meninggalkan Baduy, senang karena perjalanan keliling Baduy hampir tuntas. Kaki mulai pegal, merendam kaki di air sungai bisa jadi terapy. Seperti biasa tuan rumah sibuk memasak, kami para tamu menikmati pagi, ada yang berolahraga ringan ada pula yang hanya duduk menikmati secangkir kopi panas. Tapi ada yang sangat saya syukuri pagi itu. Saya dan Lia bisa buang air besar sebelum perjalanan pulang, maaf bukan maksud jorok kegiatan tersebut jadi sangat melegakan di Baduy bila dilakukan sebelum tracking. Pasalnya tak banyak tempat di Baduy untuk buang hajat. Sedikit apes saat kami ke sungai, kondisi sangat ramai dan hari sudah terang. Saya agak menjauh dari kerumunan dan mencari tempat, bodohnya saya malah pilih di tengah sungai yang terlihat, Lia lebih pintar mencari tempat, dia pilih pinggir sungai yang lebat bambu, lebih tertutup. Harusnya sepanjang sungai itu tak boleh ada laki-laki karena masih area para wanita. Tapi dari kejauhan sempat terlihat satu laki-laki yang dengan santai melewati sungai dan sempat berhenti sejenak melihat ke arah kami. Jaraknya lumayan jauh sebenarnya tapi saya cukup emosi dengan ketidaksopanan dia. Dia salah satu pengunjung  bila Baduy. Teman-teman bila ke Baduy tak perlu khawatir masalah toilet. Pengunjung yang tidak sopan seperti tadi bisa kena hukum adat karena melewati zona terlarang dan sangat tidak sopan. Mbak Yuni menunggu kami di pinggir sungai. Hanya satu hal itu yang membuat mood saya ambyar šŸ˜’.
.
Setelah semua siap, kami berpamitan dengan tuan rumah. Karena tuan rumah kurang begitu bisa bahasa Indonesia, saya coba berkomunikasi dengan bahasa Sunda sebisanya. Berdoa bersama sebelum pulang, Kaldi memimpin rombongan. Sebenarnya tracking lumayan sejuk karena banyak pohon dan sedikit lembab. Sayangnya tanjakan yang lumayan banyak, membuat beberapa dari kami berebut oksigen. Baru jalan kurang lebih setengah jam, rombongan kami beristirahat. Saya dan Mbak Yuni membuat minuman rasa jeruk untuk menambah glukosa. Kami merasa kelelahan, perjalanan diselingi candaan ringan agar sedikit melupakan lelah. Ada satu anak warga Baduy dalam yang menarik perhatian kami, Sariman namanya, dia hendak ke jembatan akar menemui ayahnya. Saya meminta ia untuk memberdayakan rombongan kami. Sariman memang menyambut baik ajakan kami tapi kenyataannya dia berjalan sangat cepat.
Sariman warga Baduy dalam (foto Fathir)
Kami semua kewalahan menyamai langkah kakinya yang gesit.
"Man, berhenti!" dengan nafas yang kewalahan saya meminta rombongan beserta Sariman berhenti.
Kami berhenti di lahan yang agak luas, seperti bekas lahan yang baru dibuka. Lia, Fathir dan Mamad mengambil gambar. Mereka tertarik dengan potret Sariman, anak Baduy dalam tampan dan lugu.
Kami kembali berjalan, seperti tadi, Sariman selalu berada di depan sedangkan si Kaldi di belakang, memastikan tak ada rombongan tertinggal.
Sesekali kami berhenti sekedar berfoto bersama Sariman, sebenarnya hanya dalih kami untuk mengambil nafas sih hehe.
Saya rasa sudah satu jam berjalan tapi kata Kaldi jembatan akar masih sangat jauh. Dan pemandangan atap rumah warga Baduy menjadi oase bagi kami yang cukup kelelahan.

     Memang ada perkampungan Baduy luar sebelum bertemu jembatan akar. Karena berada di Baduy luar, maka kesempatan ini kami gunakan untuk mengabadikan momen lewat kamera.
Lebih melegakan lagi, ada yang berjualan di perkampungan tersebut. Kami beristirahat di salah satu rumah warga Baduy yang sekaligus berjualan makanan ringan serta aneka minuman.
Kebanyakan dari warga Baduy luar menguasai bahasa Indonesia. Kami coba berinteraksi menanyakan jarak ke jembatan akar. Mereka bilang sih satu jam lagi. Entah satu jam versi warga Baduy atau versi para pengunjung.
Ah ya sudahlah toh sekarang kami sedang menikmati es serta gorengan.

Warga Baduy luar mencari penghasilan
dengan berjualan di rumah

Sariman terburu buru ke jembatan akar, katanya ayahnya menunggu sebelum siang. Dan kami tetap mengikuti langkah Sariman, bisa saja sih kami tetap tinggal dan menikmati gorengan dulu tapi lebih cepat memang lebih baik. Elf dari Ciboleger yang menuju Rangkasbitung hanya ada sampai jam 1, sebisa mungkin kita sampai di Ciboleger sebelum jam tersebut. Setengah berlari kami mengikuti langkah Sariman, kalau Kaldi sih santai saja. Mas Joko yang notabenenya fotografer sepertinya kurang nyaman dengan perjalanan dikejar deadline seperti ini. Dia seperti kehilangan momen untuk tenang mengambil gambar, tapi untungnya Mas Joko bisa menyesuaikan kami. Yah minimal dia ada pengalaman dulu ke Baduy, nanti bila ingin hunting santai bisa di lain waktu.
.
Sesuai prediksi, tepat satu jam kami tiba di jembatan akar. Dikala yang lain berteriak "Wah jembatan akar" Mbak Yuni berbeda, dia meneriakkan kalimat lain "Wah ada bakso". Yah baiklah Mbak, penjual bakso di jembatan akar sepertinya lebih menarikšŸ˜‚.
Belum terlalu ramai waktu itu, kira-kira masih sekitar pukul 10.30 WIB. Berkeliling Baduy luar dan  dalam selama 3 hari, total perjalanan 16,5 jam berjalan kaki. Selama itu kami berusaha mengenal Baduy, kearifan lokalnya, karya-karyanya, rumah adatnya, bahasanya dan perjalanan kami ditutup dengan menikmati spot ikonik suku Baduy, jembatan akar. Selama 2 hari kami menginap di Baduy dalam kampung Cibeo, 2 kampung Baduy dalam sisanya hanya kami singgahi beberapa jam saja. Anak-anak di Cibeo gemar main angklung, sebenarnya mereka hanya suka bermain, tapi rasanya kedatangan kami seperti disambut musik tradisional itu.
.
Kami makan dan berdiskusi bersama warga Baduy, kadang memakai bahasa Sunda kadang kami campur dengan bahasa nasional. Tapi kebanyakan tuan rumah kampung Cibeo ini hanya menguasai bahasa Sunda, sedikit dari mereka yang bisa bahasa Indonesia. Kurang lebih 2-3 jam kami berjalan kaki dari Cibeo menuju jembatan akar. Jembatan ini murni dari akar pohon yang saling menyambung, warga Baduy menambahkan bambu untuk pijakan, tanpa paku hanya diikat tali yang terbuat dari akar (atau kulit) pohon. Di bawah jembatan akar terdapat sungai Cisemet, airnya sangat jernih dan tenang. Warga Baduy tidak memperbolehkan wisatawan berenang di sana karena berbahaya, sungai sangat dalam. Yang lebih membuat kami betah, di jembatan akar ada orang berjualan bakso, mungkin orang luar Baduy.

Sungai Cisemet, berada di bawah jembatan akar (Foto Mbak Yuni)

Jembatan akar (foto Mbak Yuni)

           Jarak dari jembatan akar ke terminal Ciboleger sekitar 2 jam pun juga sebaliknya. Lelah kami selama 3 hari berjalan kaki, panas-panasan, bertahan hidup dengan makanan seadanya dan air yang kadang kami ambil dari sungai atau mata air, akhirnya terbayar. Perjalanan kami tuntas mengelilingi Baduy luar serta 3 kampung adat Baduy dalam, Cibeo, Cikertawana dan Cikeusik.
Rasanya ingin menumpahkan tangis di sini. Kami ber-7 saya Friliya, Mbak Yuni, Lia, Zaky, Mamad, Fathir dan Mas Joko alhamdulilah berhasil menaklukkan ego kami, mencoba saling mengerti, bekerja sama dan kompak hingga akhir. Terima kasih banyak teman-teman, senang bisa menuntaskan perjalanan ini bersama kalian. Semoga bisa terulang di perjalanan selanjutnya bersama kalian lagi (amiin). Tulisan ini untuk mengenang hari-hari yang menyenangkan, menegangkan, melelahkan dan luar biasa selama di Baduy.
.
Kami berjalan menuju Ciboleger, rasanya tenaga hampir habis. Warung es degan menjadi salah satu motivasi kami. Meski sesampainya di warung kami tak jadi beli es degan karena dikejar jadwal jam elf hehe. Rombongan kami sempat terpencar, saya dan Mbak Yuni tertinggal. Kami kelelahan, untunglah masih ada sebutir apel cukup besar di tas saya. Sebutir apel berdua cukup untuk mengembalikan tenaga kami. Rupanya yang lain masih menunggu saya dan Mbak Yuni. Akhirnya kami bisa berjalan bersama hingga Ciboleger. Istirahat sebentar setelah booking elf, saya membeli oleh-oleh di pasar Ciboleger (Baduy luar), memberikan fee untuk Kaldi yang membersamai perjalanan kami selama 3 hari sekaligus berpamitan.
Beruntung kami masih kebagian elf, tepat jam 1 kami naik elf menuju Rangkasbitung.
Berpisah di Rangkasbitung, saya dan Mbak Yuni ke Serang sedangkan yang lain menuju Jakarta dan Zaky sendirian ke Bogor.
Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya.
Terima kasih. šŸ˜‰


Komentar