SAFARI RAMADAN KE PONOROGO

foto by google

Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terkenal akan budaya Reognya. Banyak sanggar tari kesenian Reog yang tersebar di seluruh wilayah di Ponorogo. Mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa.  Mereka semua berupaya melestarikan budaya daerahnya, Ponorogo. Pada bulan suro diperingati festival nasional Grebeg Suro. Melibatkan seluruh penari Jathil dan Reog tak hanya dari Ponorogo  namun juga dari berbagai daerah di Indonesia. Tak hanya menyuguhkan tarian Reog saja, saat suro banyak festival di Ponorogo. Seperti karnaval, larung di Telaga Ngebel (salah satu wisata di Ponorogo) dan sebagainya. datanglah ke Ponorogo saat bulan suro, kalian akan mendapat banyak suguhan festival budaya. Saya pernah tinggal di Ponorogo saat suro, memang sangat seru di sana. Namun kali ini saya berkunjung ke Ponorogo saat momen puasa ramadan. 
Berusaha memaksimalkan Ramadan dengan keliling ke beberapa daerah dan menikmati suasana Ramadan di daerah itu. Tak bisa terlalu jauh  memang, karena budget tak terlalu besar, saya hanya bisa merencakan safari Ramadan. Daerah sasaran saya antara lain Lamongan, Caruban, Ponorogo, Semarang dan Trenggalek. Selama Ramadan saya masih bekerja seperti biasa pagi hingga sore kecuali sabtu yang pulang lebih awal. Weekend awal Ramadan berkunjung ke Lamongan, seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya. Sebelum memutuskan untuk beralih ke daerah yang agak jauh, saya ingin menikmati Ramadan di Caruban, tak jauh dai kediaman saya.
Di sana ada kawan sewaktu kuliah , Mbak Nina namanya. Weekend selanjutnya saya sudah bersiap geser kota, sayang sekali suhu badan mendadak naik, safari ramadan ke Caruban terpaksa dibatalkan. Mbak Nina mencoba istiqomah salat tarawih di masjid Quba, alun-alun Caruban. Niat hati ingin ikut Mbak Nina salat tarawih di sana, namun takdir belum berpihak. Sambil menimbang budget yang sepertinya tidak memungkinkan bila harus saya bawa ke Semarang. Akhirnya saya putuskan safari Ramadan selajutnya ke Ponorogo naik motor. Jumat siang (31/05/19) saya berangkat dari Ngawi kota menuju Ponorogo, namun motor saya mendadak nge-gas, sebelum lepas kendali,  buru-buru saya matikan mesin motor.
Syukur tak terjadi kecelakaan, bersyukur ada montir yang mau menjemput. Ada dua pilihan saat itu, sabar menunggu montir membetulkan motor namun tidak menjamin kejadian seperti tadi tidak terulang lagi atau saya tinggalkan motor di bengkel lalu naik bus menuju Ponorogo dengan resiko mabuk darat. Dan bismillah saya memutuskan untuk naik bus, dari Ngawi ke Madiun lalu sampai Madiun oper bus mini arah Ponorogo. Belum juga sampai Madiun sudah mual, sebenarnya naik motor selain menghemat budget juga mengurangi resiko mabuk darat tapi ya sudahlah. Untung saja hanya mual tak sampai mutah, puasa masih bisa dilanjutkan. Karena sering ke Ponorogo menemui kawan, Fianita (5 besar Stand Up Comedy Indonesia 8, Kompas TV) membuat saya baru sadar bahwa tak ada foto masjid saat kami usai tarawih. Niat awal saya memang keliling masjid, melihat kebudayaan di sana, mohon maaf tak ada dokumentasi waktu di Ponorogo ini sebenarnya karena saya lupa bawa HP pas berangkat ke masjid hiks.
Ah sayang sekali padahal masjid di dekat rumah Fian itu memiliki menara tinggi dan indah. Seusai salat semua jamaah berbaris, jabat tangan bergantian. Berbaris rapi dan teratur hingga mereka sadar keberadaan warga asing seperti saya yang nimbrung tarawih di sana. Begitulah bila saling kenal tetangga, meski daerahnya luas dan banyak penghuni toh nyatanya mereka saling kenal serta rukun. Hanya satu malam saja menginap dan tarawih di tempat Fian karena sudah mepet lebaran juga hehe. Meski kita sudah berbuka dengan hidangan yang disiapkan ibunya Fian, seusai tarawih Fian masih mengajak ke warung mie ditemani Andik sahabat Fian. Kami ngobrol bertiga, saya juga baru berkenalan dengan Andik.

Tak lantas pulang, seusai makan mie ayam, Fian masih mengajak saya beli snack di mini market, astaga. Ingin menghabiskan kencan sampai malam katanya karena besoknya saya bergeser ke Trenggalek. Andik pamit pulang, hanya saya dan Fian yang masih terus ngunyah. Fian ini terlihat kalem dan banyak diam, itu semua hanya mitos bagi saya. Dia itu absurd, konyol dan tak terduga, lihat saja jajanan apa yang dia pilih untuk menemani ngobrol. Ya begitulah, okay itu dulu dari Ponorogo selanjutnya saya akan mencoba menjalani Ramadan di Trenggalek.
Perhatikan! Apa yang aneh dari snack ini??


Komentar