BERSAMA GENERASI PESONA INDONESA SE-JATIM DI BLITAR


               

         Blitar, sebuah kota yang dulu kerap saya kunjungi bersama orang tua. Ikut rombongan ziarah biasanya, destinasi yang dituju masjid Turen, Malang berlanjut ke makam Bung Karno di Blitar. Perjalanan saya ke Blitar sedikit beda, kali ini saya solo trip ke Blitar. Mendapat undangan dari Komunitas Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Jatim ke Blitar mewakili Ngawi. Sempat mempertimbangkan kendaraan yang nantinya saya pilih menuju Blitar. Bila memilih bus, maka harus memotong perjalanan di terminal Jombang untuk oper bus arah Malang, sampai di Malang masih oper bus lagi ke arah Blitar. Membayangkan rute bus sepertinya saya bakalan teler. Kebetulan rute kereta lumayan mendukung beserta jam keberangkatannya, terlebih jarak tempuh yang cuma 4 jam. Akhirnya untuk menghemat tenaga, pilihan kendaraan jatuh pada kereta.
                Jarak rumah ke stasiun Paron, Ngawi lumayan jauh, pagi sampai siang saya masih bekerja di Ngawi kota, sedangkan jarak stasiun kalau dari Ngawi kota sudah lumayan dekat. Memutuskan di kantor hingga jam 03.00 WIB, kereta berangkat pukul 04.16 WIB. Tepat jam 03.00 WIB saya berangkat dari kantor menuju stasiun, sayangnya di sekitar stasun Paron tidak ada penitipan sepeda motor yang buka, berbeda dengan di terminal Ngawi yang buka 24 jam. Sepeda motor saya parkir dan tititpkan ke petugas stasiun. Jam keberangkatan kereta yang mepet dengan jam subuh, membuat saya sempat pesimis bisa menunaikan salat subuh di mushala, mungkin bisa di kereta. Pukul 04.10 WIB azan subuh sudah berkumandang, saya sempat ragu mengambil air wudu karena kereta hampir tiba.
                “Sudah, salat dulu aja, Nduk. Masih lama kok datangnya kereta, cukuplah buat subuh dulu” ujar salah satu petugas stasiun yang baru saja menunaikan subuh. Mendengar pernyataan bapak petugas, membuat subuh saya sedikit tenang. Rupanya kereta terlambat beberapa menit dari jadwal. Saat mulai menyusuri gerbong kereta, cukup banyak penumpang yang menunaikan subuh di kereta, hah syukurlah bisa mengoptimalkan waktu untuk subuh di mushala stasiun. Dan perjalanan baru dimulai, sudah lama ingin berkenalan dengan komunitas Genpi, sedari setahun lalu saya daftar member dan baru bertemu orang-orangnya saat tiba di Blitar nanti.
suasana di venue Disparpora Blitar

                Venue berada di aula Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) kota Blitar. Disambut senyum manis para Duta Pariwisata, saya mulai melangkah memasuki venue.  Mengisi daftar hadir peserta lalu mencari tempat duduk, bergema lagu "Pesona Indonesia" ke seluruh ruangan, lengkap rasanya mimpi ini terwujud. Kalau jalan sendirian sudah biasa, namun bila menghadiri acara resmi seperti ini tanpa satu orangpun yang saya kenal, rasanya masih canggung. Hanya celingak celinguk, sesekali membuka dan menutup menu HP sembari menunggu acara dimulai. Untung saja ada dua peserta yang menghampiri saya dan mengajak berkenalan, namanya Mamad dan Sakinah, mereka dari Genpi Jatim, Sakinah dulu mantan ketua Genpi Jatim dan yang menjabat ketua Genpi Jatim sekarang adalah Fadhil, Fadhil pulalah yang mengundang saya ke Blitar.
                Acara ceremonial diisi oleh sambutan Bupati Blitar yang diwakili ajudan, kepala Disparpora, ketua Genpi Blitar  dan ketua Genpi jatim. Dengan tema “Srawung Keluarga Genpi Jatim” seluruh perwakilan Genpi di tiap daerah masng-masing diundang.  Sambutan dari ketua Genpi Blitar dan Jatim menyampaikan arahan terkait komunitas dan fungsi komunitas Genpi. Usai sambutan acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng, karena acara ini digelar juga untuk merayakan anniversary Genpi Blitar ke-1 dan Genpi Jatim ke-2. Menutup acara formal, kami berfoto bersama dan disilakan makan pecel. Momen itu saya gunakan untuk berkenalan dengan teman-teman lainnya. Tak semua yang hadir dari komunitas Genpi, ada pula adik-adik Saka (Satuan Karya) Pariwisata, duta wisata dan peserta umum. Seusai menikmati pecel, anggota komunitas kembali berkumpul di venue untuk rapat koordinasi Genpi se-Jatim, peserta lain diajak Fumtrip ke Kampung Coklat.
                Komunitas Genpi Ngawi memang belum terbentuk namun sudah ada rencana pembentukan Genpi oleh Kabid Pariwisata Ngawi. Beberapa undangan komunitas Genpi yang hadir antara lain dari Madiun, Ngawi, Nganjuk, Kediri, Bojonegoro,  Malang, Blitar, Jember, Sidoarjo, Mojokerto, Surabaya dan Jatim pusat. Karena rombongan lain sudah melaksanakan Fumtrip ke kampung Coklat, saya mengira tidak akan ada agenda Fumtrip untuk anggota Genpi. Ternyata anggapan saya salah, kami diarahkan oleh panitia menuju bus yang telah disediakan untuk Fumtrip ke Candi Penataran dan Makam Bung Karno. Saya duduk bersama Tia, Tia memberi saya coklat, katanya dia juga diberi dari rombongan yang sebelumnya ke kampung coklat. Dengan bahagia langsung saya makan semua coklat dari Tia, Rasanya cukup mengguncang mulut. Itu coklat murni, belum ada tambahan gula atau tambahan lain, rasanya sangat pahit, amburadul lah pokoknya mungkin cukup sekali itu saya makan coklat murni hehe kapok. Untuk beberapa orang penyuka coklat, mungkin coklat batang yang masih murni itu dirasa sangat enak. Atau saya kaget karena belum terbiasa makan coklat murni.


                Tak lama kemudian kami tiba di Candi Penataran, tak begitu luas memang bila dibanding candi Prambanan namun aroma sejarahnya berhasil menghilangkan rasa pahit coklat di mulut saya, halaah. Memasuki kawasan Candi, disambut dengan 2 arca cukup besar, candi ini dinobatkan sebagai candi Hindu-Budha termegah se-Jatim. Karena masih kental dengan nuansa beribadatan, maka dupa dan sesaji akan sangat mudah ditemukan di berbagai sudut candi.  Selain bangunan candi yang masih megah, terdapat pula bekas reruntuhan bangunan. Agak kebelakang, terdapat sumber air jernih yang dipercaya bisa membuat awet muda bila mencuci muka di situ.  Saya turut merasakan sensasi cuci muka di sumber air, segar sekali memang. Selain untuk cuci muka air tersebut juga bisa diminum langsung. Sumber mata air dikelilingi oleh relief serta banyak populasi ikan yang hidup di dalamnya.
Sumber air nampak dari depan

dikelilingi relief

                Kami bergeser ke Makam Bung Karno, karena sudah sering ke sana, saya tidak ikut nyekar (menabur bunga) seperti teman-teman lain. Lebih mengoptimalkan waktu untuk mandi dan asar, sayangnya baju serta alat mandi tertinggal di bus dan bus dalam keadaan terkunci. Sembari menunggu teman-teman yang masih di area makam, saya, Sakinah, Tia dan beberapa teman lain menunggu di area parkir sambil menikmati cilot (sejenis cilok). Hendak kembali ke Disparpora Tia dan rombongan Surabaya pamit kepada saya, rupanya mereka langsung pulang naik mobil sedangkan saya kembali ikut rombongan bus, kami berpisah di sini, perjalanan singkat untuk berkenalan dengan orang-orang yang bersinergi memajukan pariwisata Indonesa, kawan se-passion dan sepikiran. Cukup senang dan puas seharian berkeliling Blitar, setelah sampai di Disparpora Blitar saya bersih diri lalu pamit kembali ke Ngawi lewat stasiun Blitar. Semoga awal perkenalan ini menjadi sesuatu yang baik ke depanya, amiin. Sampai berjumpa lagi komunitas Generasi Pesona Indonesia, salam pariwisata.




Komentar