#3 SERANG SEBELUM LAMPUNG (HARI KE-2)


               
edisi ngekor Mbak Yehan hihi
Hari kedua di Serang, tepatnya di kontrakan Mbak Yehan, seperti kesibukan pekerja pada umumya, masak, mandi dan siap-siap berangkat kerja. Mbak Yehan pun demikian, masih menyempatkan masak tumis sawi, tumis kesukaan saya hehe. Temen-temen kantor bilang, saya lagi liburan, gak sepenuhnya salah tapi gak sepenuhnya bisa dibilang  gitu juga sih. Setiap hari ada aja chat masuk, entah dari grup kantor atau klien yang tanya-tanya program. Bikin jadwal meeting atau perencaan kegiatan kantor yang lain. Oy saya bekerja di salah satu Provider Outbound di Ngawi, Jawa Timur, KampoengEdukasi namanya. Tapi gak cuma ngurusin outbound doang, kerjaannya bercabang. Kadang jadi EO, kadang nge-MC, sekretaris, guide wisata, bendahara, kadang ngisi konten tulisan di media online, dan tak lupa jadi ikan sapu-sapu di kantor, alias tukang bersih-bersih, ada yang mau jadi saya? Wkwkwk
                Kalau dibaca memang melelahkan sih, tapi Alhamdulillah cukup menikmati pekerjaan tersebut. Banyak pengalaman yang didapat selama bekerja, dari yang awalnya belum pernah jadi trainer outbond, sekarang jadi pernah, dari yang belum pernah jadi guide profesional, yaa Alhamdulillah sekarang jadi tahu rasanya (meski belum profesional hehe). Orang bilang kerjaan saya jalan-jalan doang, lebih dari itu, mengkaji wisata, budaya, kearifan lokal, asiklah pokoknya, berusaha jadi warga Indonesia yang budiman, halah. Haish malah kemana-mana, baiklah lanjut ke bahasan awal, hadeh sampai mana tadi? Hmm. Oy pukul 08.00 WIB saya ikut Mbak Yehan ke kantornya (lagi), hihi maapin saya ya Mbak, masih ngekor terus. Ada Aeny, sahabat yang belum saya kunjungi, kemarin belum sempat ngobrol karena dia ada tamu. Agenda hari ini ke tempat Aeny lalu menginap di Ponpes Mbak Yuni. Hah sayangnya Aeny baru pulang kerja pukul 5 sore. Sepanjang hari gak terlalu ada aktifitas, saya juga gak mood kemana-mana sampai adzan dhuhur berkumandang.
               
Baru ingat ada masjid kuno, lumayan dekat dengan kantor Mbak Yehan. Akhirnya muncul greget buat explore. Cukup dengan jalan kaki menuju masjid kuno, di gang masuk tertulis “Masjid Kuno Kaujon”. Karena sudah ambil wudlu, saya langsung menuju shof putri yang ruangannya terpisah oleh dinding, bukan hanya satir. Menurut informasi di internet, masjid kuno Kaujon merupakan situs budaya di Banten, bahkan dilindungi Undang-undang no. 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Meski belum diketahui kapan tepatnya masjid tersebut dibangun, konon bangunan masjid lebih tua dari pada jembatan Kaujon yang didirikan tahun 1875. Berada di dalam masjid Kaujon rasanya adem sekali, selain bersih masjid ini juga mempunyai gaya arsitektur yang khas. Didominasi warna hijau dan masih terdapat mimbar yang klasik, saya suka berada di masjid ini, hah sayangnya tak satupun ada jama’ah putri selain saya, seusai dhuhur saya meninggalkan tempat tersebut.

ruang utama Masjid Kuno Kaujon

                Kembali ke kantor Mbak Yehan, nampak beberapa karyawan lain yang ricuh, buru-buru saya meletakkan mukena dan menuju sumber kericuhan. Aih ternyata pada deg-degan mau booking tiket pesawat ke Korea untuk klien, kaget, saya kira ada apa.
                “Kalau pesen tiket buat diri sendiri sih gak masalah, ini duit orang, harus hati-hati biar gak salah booking” Mbak Yehan menjelaskan.
                Ehm jadi begitu perasaan mereka, ucap saya dalam hati hehe. Pekerjaan mereka dan saya yah mirip-mirip lah ya, ngatur jadwal buat klien. Rekan kerja Mbak Yehan semuanya putri, dan baru ada kesempatan ngobrol dengan mereka jelang sore, disaat mau pamitan. Pagi sampai siangnya sibuk sekali, kami bertukar cerita seputar traveling dan tentu saja yang masih jadi obrolan hangat tentang cerita pengembaraan Mbak Yehan ke Indonesa timur. Sebelum benar-benar pamit kami foto bersama, tak berapa lama ojek online yang saya pesan datang. Pamit kepada semuanya, karena malam itu agendanya menginap di ponpes Mbak Yuni.
foto gaya Sarange kata mereka, baiklah ppffft para agen travel Korea haha 
              Menuju rumah Aeny, hah kangen sekali dengan sahabat saya yang mau melepas masa lajangnya ini. kita pernah bermalam di pantai Parangtritis Jogja, dan baru kali itu saya ke Parangtritis malam hari, indah sekali. Aeny pernah mengikuti program Kemendikbud ke Singapura, yang endingnya nulis buku, wiiih ngiri pokoknya sama si Aeny. Dia lebih muda satu tahun dengan saya (maaf angkanya tidak saya sebutkan, gak mood wkwk). Saya pernah numpang nginep di tempat Aeny hampir 2 minggu, rencana awal 4 hari, tubuh saya waktu itu tidak bisa diajak kompromi. Demam lumayan tinggi, batuk, pilek, lemes hingga pembuluh darah di hidung saya pecah, hidung terus mengeluarkan darah cair hingga menggumpal. Selama sakit, Aeny dan keluarganya lah yang merawat saya, huft sangat berhutang budi dengan Aeny.
akhir 2017 lalu saat kami (saya dan Aeny) ke pantai Parangtritis, Jogja

               
Kita baru bertemu selepas Maghrib, melepas rindu, saling bertukar cerita dan makan bersama. Tak bisa lama-lama juga di rumah Aeny ini, karena rumahnya dekat dengan RD, saya sempatkan mampir RD untuk pamit karena besoknya sudah menuju Lampung. Meski sebentar masih bersyukur bisa bertemu Iyoy, Kang Salam, Arip dan Opik, sekadar ngobrol dan sedikit bercanda, ehm lebih tepatnya mereka nge-bully saya sih, hah biarlah asal bisa melihat tawa mereka. Bergeser ke tempat Mbak Yuni diantar si Opik, Opik ini salah satu anggota Forum Lingkar Pena juga, hehe makasih ya Opik udah dianterin. Mbak Yuni lega bisa bertemu saya lagi, sempat nonton bareng sambil makan seblak. Duh susah move on dari seblak bikinan Mbak Yuni, sampai nulis ini rasanya keinget aja. Kebetulan suami Mbak Yuni sedang keluar kota, jadi saya tidur di kamar Mbak Yuni sedangkan anak-anaknya di kamar terpisah.
                Adzan subuh di tempat Mbak Yuni merdu sekali, yaah maklum pondok pesantren (hiks rindu mondok). Rasanya seperti nostalgia jaman Aliyah, sempet nyantri sih meski sebentar hihi. Pondok pesantren saya di Ngawi, termasuk ponpes kecil, santrinya hanya 9, putri 3 sisanya putra. Tiap adzan subuh berkumandang, semua lari menuju masjid dilanjutkan dengan setor hafalan. Aih saya termasuk santri yang bandel karena susah menghafal kitab. Santri putra tinggal di ponpes, sedangkan yang putrid, mengabdi di dalem (rumah) Kyai. Kadang-kadang kita mengaji di madrasah, bangunan madrasah dari papan kayu dan dibangun di atas pohon sawo. Pohon sawo itu dibiarkan hidup, keberadaan madrasah sama sekali tidak mengganggu siklus kehidupan si pohon sawo, halah. Para santri juga sering memetik buah sawo itu (termasuk saya), lumayan buat camilan hehe. Saya tidak menyesali keputusan untuk menginap di tempat Mbak Yuni, suasananya membuat saya bernostalgia. Dan esok harinya saya pamit menuju stasiun Serang, melanjutkan perjalanan ke Merak lalu menyeberang ke Lampung.
Bersambung........
foto ini sudah ada di postingan sebelumnya (akibat stok foto sedikit, maapkeun) hihi

               
               


Komentar