![]() |
| edisi ngekor Mbak Yehan hihi |
Kalau
dibaca memang melelahkan sih, tapi Alhamdulillah cukup menikmati pekerjaan
tersebut. Banyak pengalaman yang didapat selama bekerja, dari yang awalnya
belum pernah jadi trainer outbond, sekarang jadi pernah, dari yang belum
pernah jadi guide profesional, yaa Alhamdulillah sekarang jadi tahu rasanya
(meski belum profesional hehe). Orang bilang kerjaan saya jalan-jalan doang,
lebih dari itu, mengkaji wisata, budaya, kearifan lokal, asiklah pokoknya,
berusaha jadi warga Indonesia yang budiman, halah. Haish malah kemana-mana,
baiklah lanjut ke bahasan awal, hadeh sampai mana tadi? Hmm. Oy pukul 08.00 WIB
saya ikut Mbak Yehan ke kantornya (lagi), hihi maapin saya ya Mbak, masih
ngekor terus. Ada Aeny, sahabat yang belum saya kunjungi, kemarin belum sempat
ngobrol karena dia ada tamu. Agenda hari ini ke tempat Aeny lalu menginap di
Ponpes Mbak Yuni. Hah sayangnya Aeny baru pulang kerja pukul 5 sore. Sepanjang
hari gak terlalu ada aktifitas, saya juga gak mood kemana-mana sampai adzan
dhuhur berkumandang.
![]() |
| ruang utama Masjid Kuno Kaujon |
Kembali
ke kantor Mbak Yehan, nampak beberapa karyawan lain yang ricuh, buru-buru saya
meletakkan mukena dan menuju sumber kericuhan. Aih ternyata pada deg-degan mau booking
tiket pesawat ke Korea untuk klien, kaget, saya kira ada apa.
“Kalau
pesen tiket buat diri sendiri sih gak masalah, ini duit orang, harus hati-hati
biar gak salah booking” Mbak Yehan menjelaskan.
Ehm jadi
begitu perasaan mereka, ucap saya dalam hati hehe. Pekerjaan mereka dan saya
yah mirip-mirip lah ya, ngatur jadwal buat klien. Rekan kerja Mbak Yehan
semuanya putri, dan baru ada kesempatan ngobrol dengan mereka jelang sore,
disaat mau pamitan. Pagi sampai siangnya sibuk sekali, kami bertukar cerita seputar traveling dan tentu saja yang masih jadi obrolan hangat tentang cerita pengembaraan Mbak
Yehan ke Indonesa timur. Sebelum benar-benar pamit kami foto bersama, tak
berapa lama ojek online yang saya pesan datang. Pamit kepada semuanya,
karena malam itu agendanya menginap di ponpes Mbak Yuni.
![]() |
| foto gaya Sarange kata mereka, baiklah ppffft para agen travel Korea haha |
Menuju rumah Aeny, hah
kangen sekali dengan sahabat saya yang mau melepas masa lajangnya ini. kita
pernah bermalam di pantai Parangtritis Jogja, dan baru kali itu saya ke
Parangtritis malam hari, indah sekali. Aeny pernah mengikuti program
Kemendikbud ke Singapura, yang endingnya nulis buku, wiiih ngiri pokoknya sama
si Aeny. Dia lebih muda satu tahun dengan saya (maaf angkanya tidak saya
sebutkan, gak mood wkwk). Saya pernah numpang nginep di tempat Aeny hampir 2
minggu, rencana awal 4 hari, tubuh saya waktu itu tidak bisa diajak kompromi.
Demam lumayan tinggi, batuk, pilek, lemes hingga pembuluh darah di hidung saya
pecah, hidung terus mengeluarkan darah cair hingga menggumpal. Selama sakit,
Aeny dan keluarganya lah yang merawat saya, huft sangat berhutang budi dengan
Aeny.
![]() |
| akhir 2017 lalu saat kami (saya dan Aeny) ke pantai Parangtritis, Jogja |
Kita baru bertemu selepas Maghrib, melepas rindu, saling bertukar cerita dan makan bersama. Tak bisa lama-lama juga di rumah Aeny ini, karena rumahnya dekat dengan RD, saya sempatkan mampir RD untuk pamit karena besoknya sudah menuju Lampung. Meski sebentar masih bersyukur bisa bertemu Iyoy, Kang Salam, Arip dan Opik, sekadar ngobrol dan sedikit bercanda, ehm lebih tepatnya mereka nge-bully saya sih, hah biarlah asal bisa melihat tawa mereka. Bergeser ke tempat Mbak Yuni diantar si Opik, Opik ini salah satu anggota Forum Lingkar Pena juga, hehe makasih ya Opik udah dianterin. Mbak Yuni lega bisa bertemu saya lagi, sempat nonton bareng sambil makan seblak. Duh susah move on dari seblak bikinan Mbak Yuni, sampai nulis ini rasanya keinget aja. Kebetulan suami Mbak Yuni sedang keluar kota, jadi saya tidur di kamar Mbak Yuni sedangkan anak-anaknya di kamar terpisah.
Adzan
subuh di tempat Mbak Yuni merdu sekali, yaah maklum pondok pesantren (hiks
rindu mondok). Rasanya seperti nostalgia jaman Aliyah, sempet nyantri sih meski
sebentar hihi. Pondok pesantren saya di Ngawi, termasuk ponpes kecil, santrinya
hanya 9, putri 3 sisanya putra. Tiap adzan subuh berkumandang, semua lari
menuju masjid dilanjutkan dengan setor hafalan. Aih saya termasuk santri yang
bandel karena susah menghafal kitab. Santri putra tinggal di ponpes, sedangkan yang
putrid, mengabdi di dalem (rumah) Kyai. Kadang-kadang kita mengaji di
madrasah, bangunan madrasah dari papan kayu dan dibangun di atas pohon sawo. Pohon
sawo itu dibiarkan hidup, keberadaan madrasah sama sekali tidak mengganggu
siklus kehidupan si pohon sawo, halah. Para santri juga sering memetik buah
sawo itu (termasuk saya), lumayan buat camilan hehe. Saya tidak menyesali
keputusan untuk menginap di tempat Mbak Yuni, suasananya membuat saya
bernostalgia. Dan esok harinya saya pamit menuju stasiun Serang, melanjutkan
perjalanan ke Merak lalu menyeberang ke Lampung.
Bersambung........
![]() |
| foto ini sudah ada di postingan sebelumnya (akibat stok foto sedikit, maapkeun) hihi |







Komentar
Posting Komentar