![]() |
| penampakan dari kaca bus Arimbi menuju Serang |
Sampai
di Tegal, pemilik kursi yang awalnya saya duduki datang. Terpaksa kembali ke kursi yang terdaftar di tiket saya, apesnya, jatah kursi saya diduduki orang lain, harusnya saya duduk di kursi 2A, dekat kaca. Penumpang itu tidak mau
pindah, saya menduduki kursinya, dia sepertinya nyaman menempati kursi yang seharusnya jadi hak saya. Jarang ya, menemukan orang-orang yang pengertian gitu, lumayan BT
pas di kereta. Sepanjang malam saya coba tidur, penumpang lain mengeluh
kedinginan, sebenarnya saya gak terlalu kedinginan tapi gak tahu kenapa, sepanjang malam bersin-bersin. Penumpang yang tadi menempati kursi
saya jadi terganggu, ya maap gak sengaja Mas, pengennya sih sengaja biar Masnya
makin terganggu, ngambil hak orang sih wkwkwk gak lah ya, traveler itu
harus berperilaku baik biar ditolongin Tuhan selama perjalanan.
Dan
benar saja, sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Sampai
stasiun Pasar Senen harus tidur dulu sebelum lanjut perjalanan. Jam menunjukkan pukul 04.00 WIB, saya tiba di
stasiun Pasar Senen, Jakarta. Sepertinya memang tidak ada tempat tidur nyaman di
sini. Badan rasanya lengket, kepala gatel, ingin cepat-cepat
sampai Serang dan istirahat. Usai menunaikan shalat subuh berjama’ah di masjid
stasiun, saya cuci muka dan sarapan. Pengennya mandi dan keramas tapi waktunya belum pas, jadi cuci muka dulu aja lah. Oke, perut udah nyaman dan
penampilan (cukup) kece, lanjut ke terminal Senen. Terminal Senen ini tak jauh dari stasiun Pasar Senen, jadi bisa dijangkau dengan jalan kaki. Kemudian saya naik Metro Mini arah
Kalideres. Siapkan uang pas Rp. 4.000,- untuk ongkos naik Metro mini arah
Kalideres. Sepanjang saya naik Metro mini, mata sudah sepet, pengen tidur tapi Pak Supirnya hobby banget rem mendadak. Lampu merah
diterjang, bus ugal-ugalan haish otomatis melek deh.
Sampai
di terminal Kalideres, saya langsung jalan cepat tanpa gubris pertanyaan dari
para calo. Saya tahu harus naik bus apa dan dengan tarif berapa, jadi
sepertinya tidak perlu dibantu calo.
Catatan, bagi teman-teman yang melakukan
perjalanan, terlebih sendirian, misal bingung cari kendaraan atau tanya jalur,
tanyalah ke petugas yang berseragam, itu jauh lebih aman dari pada tanya orang
asing.
Dari terminal Kalideres naik bus "Arimbi" arah Merak, dengan tarif Rp.
25.000,- . Kalau mau hemat bisa naik KRL dari stasiun Pasar Senen, dengan tarif
Rp. 10.000,- turun Rangkasbitung lalu naik kereta lokal dengan tarif Rp.
3.000,-. Tapi saat itu saya ingin cepat sampai Serang, kalau naik kereta dari
Rangkas ke Serang bisa nyampe sore. Nah ini jadwal kereta lokal dari
Rangkasbitung ke Merak.
Di bus
menuju Serang, saya mencoba menahan kantuk, pemandangan yang dilewati
bus tidak setiap hari bisa saya temui, yaah meski sudah sering ke Serang
sih. Menikmati perjalanan sambil memberi kabar yang di rumah, untung bus agak
sepi jadi saya bisa duduk dengan nyaman. Turun di Patung (gerbang tol Serang) masih harus oper angkot sampai alun-alun Serang. Selanjutnya saya
dijemput Mbak Yehan, seorang yang saya kenal 2017 lalu di Rumah Dunia Serang.
Wanita kelahiran Lampung, namun keluarganya banyak tersebar di Jawa Timur, jadi
dia bisa bahasa Jawa. Dan ramadhan 2017 kemarin, dia sempat main ke tempat saya di
Ngawi, Jawa Timur untuk mengajak keliling Indonesia timur. Awalnya saya
tertarik dengan ajakannya, tapi sepertinya belum cukup nyali untuk ikut
dengannya. Akhirnya dia memutuskan jalan sendiri keliling Indonesia timur
selama satu tahun lebih sebulan kurang lebihnya. Perjalanannya bisa dibilang
berhasil sampai Papua Nugini, namun banyak behind the scene yang
membuatnya tak ingin kembali menjajaki Indonesa timur. Yak itulah tadi Mbak Yehan, lanjut lagi ke
perjalanan saya ya hehe
![]() |
| ini Mbak Yehan bersama anak-anak lokal, waktu mengembara di Papua |
Selama menunggu Mbak Yehan, saya sempat disamperin ibu yang membawa 2 anaknya, masih kecil-kecil. Anak terkecil, lelap di gendongan si ibu, dan satunya digandeng. Saat dihadapan saya, si anak yang digandengn menangis, dia tak bilang apa-apa, hanya menangis. Kata si ibu, anaknya lapar, belum makan dari jam 07.00 WIB, saat itu sektar pukul 10.00 WIB. Si ibu menunggu suaminya yang tak kunjung menjemput. Lalu meminjam handphone saya untuk menelpon suaminya, tapi tak ada jawaban dari yang di sana. Dan endingnya si ibu meminta uang Rp. 10.0000,- kepada saya, alasannya untuk naik angkot. Pasal yang menyebutkan “Traveler harus berperilaku baik” sepertinya kurang pas di kasus ini lebih pas kalau kalimatnya begini "Traveler harus waspada". Si ibu itu ternyata penipu yang sudah sering beroperasi di sekitar alun-alun Serang, kata Mbak Yehan.
Boleh membantu, tapi kita gali dulu kebutuhannya, anaknya lapar pengen
makan, silakan kita belikan makan. Kebutuhan si ibu tadi ingin pulang, naik
angkot, maka harusnya saya bantu nyari angkot dan langsung ngasih ongkos ke
Mamang angkotnya agar nganterin ibu tadi pulang.
Bodohnya saya langsung ngasih
uang ke ibu tadi, makin kesel saat saya mendaapati si ibu tadi cari target baru
(Mentolo tak sawat sandal *Jawa). Biasanya
pertemuan saya dengan Mbak Yehan berlangsung haru, entah kenapa Mbak Yehan
selalu menangis kala ketemu saya. Tapi gara-gara ibu tadi, pertemuan saya dan Mbak Yehan jadi kurang syahdu, hah sudahlah. Kami (saya dan Mbak Yehan) jalan kaki menuju
tempat kerja Mbak Yehan, namun sebelumnya mampir beli lontong sayur untuk sarapan (kedua). Mbak Yehan bekerja di kantor travel Korea, dia yang
ngurusin keberangkatan piknik para kliennya. Kabarnya sih akan dikembangkan,
jadi bukan hanya ke Korea saja tapi juga Eropa. Hah gak jauh-jauh dari dunia
perpiknikan ya. Kantornya tak jauh dari alun-alun Serang, kami cukup berjalan
kaki menuju kantor. Ada ruang istirahat di kantor Mbak Yehan, saya disilakan
bersih-bersih dan istirahat, haah lega rasanya. Setelah makan, bersih diri, langsung tidur.
Selain Mbak Yehan, ada juga sahabat FLP namanya Mbak Yuni,
beliau sekarang mengelola pondok pesantren tahfidz qur’an, sayapun diundang ke
sana. Sore harinya setelah ashar, saya pamit hendak ke tempat Mbak Yuni. Hanya
membawa barang seperlunya, ransel besar saya titipkan Mbak Yehan. Mertua
Mbak Yuni tinggal di Karanganyar, Jawa Tengah. Bila Mbak Yuni pulang ke
Karanganyar biasanya saya samperin. Lumayan sering sih ketemu beliau, tapi saya
belum pernah mampir ke kediaman beliau yang di
Serang.
![]() |
| Mbak Yuni, Khalid dan saya di Ponpes Salsabila |
Naik ojek online dengan
tarif Rp. 15.000,- saya tiba di kediaman Mbak Yuni. Pondok pesantren yang
ditempati Mbak Yuni sangat rindang, dipenuhi pohon rambutan berbuah lebat. Saya
disuguhi gorengan ubi warna ungu dan rambutan tentunya, jadi Mbak Yuni ini
saya juluki ratu ungu. Karena yah bisa ketebak lah ya, kalau beliau sangat suka
warna ungu (ehm saya juga sih hehe). Anak terkecil Mbak Yuni namanya Khalid,
usianya sekitar 2 tahun entah kenapa dia suka manggil saya “Tante Peri” huft
baiklah, Nak, asalkan kau bahagia tante rela. Menghabiskan sore di Ponpes Salsabila
yang dikelola Mbak Yuni beserta suaminya ini terasa tentram sekali. Santrinya bak bidadari,
memakai gamis dan sebagian besar memakai niqab, hah adem hati tante liat
kalian, Dek (maaf, foto para bidadari alias santrinya Mbak Yuni tidak saya share di sini hehe).
![]() |
| Ponpes Salsabila, Serang |
Niatnya
cabut dari tempat Mbak Yuni setelah maghrib, ternyata molor hingga setelah isya.
Saya geser ke Rumah Dunia (RD) setelah isya', bagi yang belum tahu “Rumah Dunia” silakan cari
di Google, banyak informasi terkait tempat pegiat literasi ter-hits ini.
Diantar Aeny (yang juga relawan RD) saya
menemui bu Tias Tatanka. Sekedar berbagi kabar dan silaturrahim ke beliau, tak
lama kami ngobrol karena bu Tias hendak istirahat. Aeny juga meninggalkan saya
di RD karena calon suaminya sedang bertamu. Saya bergeser ke kafe RD, kebetulan
sedang ada pembekalan kelas menulis untuk 3 peserta yang akan ke Singapura bareng
Pak Gol A Gong (traveler, suami Bu Tias).
![]() |
| Pak Gong (koko putih) tengah memberikan kelas menulis di kafe RD |
Desember lalu Pak Gong saya undang ke
Ngawi untuk mengisi seminar Literasi. Alhamdulillah masih diberi kesempatan
bertemu dan mengikuti kelas menulis beliau di Serang. Ada Bella, Odi, dan Azka
juga (anak-anak Pak Gong dan Bu Tias) sebenarnya ada satu lagi,
namanya Gabriel, masih di Abu Dabi menyelesaikan sekolahnya. Dulu waktu 2
minggu saya tinggal di Serang, hampir setiap hari bertemu Odi dan Azka, namun
tidak bertemu dengan Bella, karena dia tengah melanjutkan kuliah di China,
beruntung malam itu bisa bertemu dan ngobrol dengan Bella. Jam menunjukkan
pukul 22.00 WIB, saya pamit pulang ke kontrakan Mbak Yehan. Banyak yang belum
saya temui di RD seperti Kang Jack, Zaenal, Opik, Kang Salam, Kang Hilman dan
Arip, mereka semua relawan RD sekaligus sahabat saya.
Ojek online datang, bersamaan
dengan Arip yang baru pulang ke RD, yah sayang sekali belum bisa ngobrol dengan
Arip, lain waktu mungkin. Kontrakan Mbak Yehan tak jauh dari Brimob Serang.
Sampai di kontrakan, saya langsung istirahat, rencana esok paginya langsung
ke Lampung tapi Mbak Yuni menahan saya, beliau pengen saya menginap barang
semalam di Ponpes. Saya memutuskan untuk sehari lagi tinggal di Serang.
Bersambung…..








asyiik, sesi 2 sudah terbit. :D
BalasHapuswkwkwk apes dikit di hari pertama, Mi
BalasHapusBagus mbak frill tulisannya.. Lanjutkan!
BalasHapusHiks makasih sudah mampir, Insyallah besok rilis lagi 🤗
HapusMoga dapat ganti berlimpah, ya. Moga ibu itu juga dapat hidayah sebelum dia beneran kena sawat sandal xD
BalasHapusAmiin, makasih
HapusHaha udah hampir kena sawat tu ibu ibu, untung ditahan sama Mbak Yehan, emosi saya 🤣
Wow... Jadi panjang banget nih tulisan
BalasHapusIya Mbak, dari kemarin galau nyingkatnya, masa nanti ada 7 bab, per bab = sehari, huaaaah otoke?
BalasHapus