#5 MENGENAL SUKU OSING, BANYUWANGI


       
salah satu warga suku Osing yang mengenakan pakaian adat
Kawah Ijen dan Annisa, dua alasan saya datang ke Banyuwangi, mereka adalah destinasi terakhir perjalanan saya keliling pulau Jawa. Selepas dari Tugu Anyer-Panarukan saya melanjutkan perjalanan kembali ke terminal Situbondo. Logistik yang tersisa tinggal roti, biskuit, dan air saja. Cukup lama saya berada di terminal Situbondo. Petugas dari dinas perhubungan memberi tahu bahwa bus yang saya tunggu masih lama. Saat itu saya sedang tidak menunaikan ibadah puasa ramadhan, petugas dinas perhubungan menjamu saya dengan air minum dan pisang hijau, saya juga disilakan mengisi baterai hp di pos, hah lega rasanya.
                Sekadar informasi, nutrisi satu buah pisang sudah lumayan memenuhi kebutuhan gizi makan. Bus arah terminal Kapuran akhirnya tiba sekitar pukul 19.20 WIB, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada petugas dinas perhubungan yang sudah sangat baik. Seusai pamitan, segera naik bus yang melaju ke arah terminal Kapuran. Perjalanan kurang lebih tiga jam, beruntung saya duduk berdampingan dengan anak muda yang lumayan asik diajak ngobrol. Dia bersama ibu dan adiknya, masih  kelas 2 SMA. Kita sempat sempat kenalan, haha mungkin faktor U kali ya, saya lupa namanya siapa. Perjalanan tiga jam tak begitu terasa, dia asli Banyuwangi dan menceritakan tempat kelahirnya.
                Salah satu keuntungan seorang pejalan adalah kenal warga lokal, dan warga lokal tersebut bercerita tentang daerahnya. kearifan lokal, salah satu yang membuat saya makin cinta tanah air, Indonesia. Sampai di terminal Kapuran, saya lantas naik ojek menuju pelabuhan Ketapang. Pelabuhan penyebrangan menuju Bali, petugas di terinal Kapuran menyarankan saya demikian. Menunggu bus di depan salah satu toko sekitar pelabuhan, sambil terus memberi kabar kepada Annisa. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, beruntung masih ada Mas penjual roti bakar yang menemani saya ngobrol.
                Perhatian saya beralih ke televisi yang ada di dalam toko, karena mendengar suara yang tak asing. Ternyata sahabat saya Nopek sedang unjuk kebolehan Stand Up Comedy di salah satu TV nasional. Rasanya ikut terharu melihat sahabat satu komunitas yang sukses di kancah nasional. Saya, Mas penjual roti bakar serta bapak penjaga toko larut dalam tawa saat menyaksikan Nopek. Sejenak kebosanan menunggu bus saya hilang. Namun saya tak boleh leyeh-leyeh di pelabuhan, sudah dua jam nunggu bus namun tak kunjung ada. Annisa pun mulai cemas, Mas penjual roti menyarankan saya naik ojek pangkalan. Tentu saja ada rasa takut menerima tawaran tersebut, coba order ojek online namun ditolak. Akhirnya dengan mengucap Basmallah, saya menerima tawaran tersebut. Ada orang yang berbaik hati membelikan saya roti bakar dari Mas penjual roti tersebut. 
                Tak banyak ngobrol saat dibonceng, saya lebih tertarik memperhatikan sekitar dan berusaha menghubungi Annisa. Sekitar satu jam kami menempuh perjalanan, belum terlihat ada Annisa menjemput saya. Mulai khawatir, namun bapak ojek mau menemani dan memastikan saya selamat hingga dijemput Annisa. Sungguh beruntung, bertemu orang-orang baik seperti mereka. Dan beberapa menit kemudian Annisa terlihat, bersalaman dan memeluk saya. Kami langsung menuju kediaman Annisa. Langsung tidur dan saya berpesan agar tidak dibangunkan saat sahur, karena sedang tidak puasa.
                Benar-benar kelelahan, seharian ijin tidur pada Annisa sambil sesekali ngobrol saat mata bisa sedikit melek. Merencanakan perjalanan ke Desa Kemiren dan kawah Ijen, Desa Kemiren merupakan tempat tinggal suku Osing, suku asli di Banyuwangi. Badan saya kembali segar setelah mandi dan makan siang, selanjutnya prepare lalu berangkat ke Kemiren . Sebelum berangkat kami minta restu dan pamit kepada Ibu Annisa. Kami sangat semangat mengenal budaya suku Oesing, meski asli Banyuwangi ternyata Annisa belum pernah ke Kemiren. Berulang kali kami nyasar, meski sudah memakai aplikasi. Ternyata aplikasi maps mengarahkan kami ke salah satu kolam renang yang ada di desa Kemiren. Alamak…rasanya kecewa karena kami terlanjur membayar karcis masuk kolam renang. Tak ingin larut dalam penyesalan, kami akhirnya menggali informasi kepada petugas kolam.
Annisa dan rumah adat suku Osing, di area wisata kolam renang Desa Kemiren

                Dan kabar baiknya di salah satu gang tak jauh dari kolam renang, sedang ada bazar kuliner, lumayan untuk  persiapan buka puasa. Seluruh makanan yang dijual merupakan makanan tradisional khas suku Osing, kami ijin menitipkan motor serta ransel kepada petugas kolam. Dengan membawa barang dan uang secukupnya, kami berjalanan menuju gang tersebut. Dan benar saja, kami mendapati warga suku Osing yang berjajar menjual aneka kuliner tradisional. Bu Sut, mengenalkan saya pada beberapa makanan yang beliau jajakan. Salah satunya Apem Contong, berbahan terigu yang dicampuri gula merah, mengingatkan saya pada “Clorot” makanan tradisional asal Rembang, Jawa Tengah, Apem contong ini sangat mirip dengan Clorot.
penjual makanan tradisional mengenakan pakaian adat suku Osing

                “Ini Tape Buntut, karena bentuknya seperti buntut (ekor) dibungkus dengan daun kemiri” terang Bu Sut.
Pengetahuan saya tentang aneka kuliner nusantara jadi makin bertambah, tape berbahan dasar ketan yang telah difermentasi. Beruntung kami bertemu pula dengan Pak Andi Supandi, budayawan suku Osing. Beliau menuturkan tentang suku Osing serta makanan tradisional yang cukup terkenal, “Pecel Pitik”, sayang sekali kami tak menemukan makanan itu di bazar, namun kami sempat beli Nasi Tempong. Pak Andi menyilakan kami mampir ke rumahnya bila suatu saat berkesempatan ke Kemiren lagi. Jelang maghrib, kami meninggalkan bazar kuliner dan mencari mushola terdekat. Tak berapa lama, adzan maghrib berkumandang, Annisa membatalkan puasanya, kami menikmati nasi tempong dan beberapa jajanan tradisional yang sempat kami beli
Setelah cukup tenaga, kami melanjutkan perjalanan ke kawah Ijen, berpamitan dan mengucapkan terima kasih pada petugas kolam. Sebelum menuju kawah Ijen, kami harus berhenti di terminal Licin untuk laporan kepada petugas setempat. Tak banyak bicara saat di kendaraan, antara takut dan ingin cepat sampai Licin. Melewati hutan cukup panjang, tak ada pemukiman, mulai ada sedikit kekhawatiran di raut wajah kami. Bersambung……….
bersama bapak-bapak di terminal Licin

               

Komentar