*Jember yang tertunda
![]() |
| suasana kereta Logawa saat Ramadhan, menuju Jember |
Kebetulan saya membawa buku, jadi
dari pada nganggur karena menunggu kereta, lebih baik baca buku. Setelah hampir 2
jam menunggu kereta Logawa, akhirnya saya bisa duduk di gerbong kereta ekonomi
tersebut. Entah kenapa, rasanya saya malas melepaskan tas, buku yang tadi saya baca
belum saya keluarkan lagi dari tas. Jatung berdebar lebih kencang saat ada
telpon masuk dari Emak. Dan feeling saya benar, Emak mengabarkan Mbah buyut
meninggal, perjalanan saya batalkan. Turun di stasiun terdekat, Nganjuk. Dan saya
putar balik ke Ngawi untuk mengantar Mbah buyut ke peristirahatan terakhirnya.
![]() |
| ini Anta, menemani Mbah buyut di rumah sakit saat belum disuntik obat tidur, kondisi Mbah masih sadar |
*Revisi perjalanan Jember
Menyesal
adalah perasaan pertama yang saya rasakan saat melihat jenazah Mbah buyut masuk
liang lahat. Mbah buyut bagi saya adalah seorang penasihat dan beliau adalah
sosok wanita Jawa sejati. Alm. semasa hidupnya selalu mengenakan pakaian adat
Jawa (kutubaru). Cita-cita alm. cukup sederhana, ingin melihat Anta menikah,
tentunya ingin melihat saya menikah pula. Namun Tuhan lebih awal memanggilnya,
mungkin agar bisa lebih nyaman menyaksikan pernikahan Anta di surga. Dan entah
kapan saya akan menikah, bucket list saya hanya berisi destinasi
keliling Indonesia. Niat ingin ikut tahlilan namun saya sedang udzur (keadaan
dimana seorang muslim tidak dibolehkan sholat). Sampai 3 hari kepergian alm. saya
masih saja menangis, rasa kehilangan dan penyesalan campur aduk. Hingga kedua
mata saya benar-benar bengkak, Emak mengijinkan saya melanjutkan perjalanan
yang tertunda.
“Do’akan
dari jauh, jangan nangis terus, kasihan Mbah buyut nanti gak tenang” dan hingga
saya menulis ini, rasanya sulit membendung air mata. Rabu (30/05/18) kembali
melanjutkan perjalanan, ada Bety di Jember, dia sahabat baik saya saat masih
kuliah. Kembali menghubungi Bety, dan kali ini saya mendapatkan kursi kereta
yang tidak terlalu nyaman (dekat toilet). Karena pesan mendadak jadi tidak bisa
memilih kursi, tinggal beberapa saja yang kosong. Ada kursi kosong juga masih
syukur, memang tidak nyaman apalagi perjalanan jauh. Akhirnya saya memutuskan
untuk pindah ke kursi kosong di bagian tengah gerbong, tentu saja dekat
jendela. Tempat itu pastilah dambaan para penumpang kereta pun juga saya. Karena
tidak bisa menjalankan puasa ramadhan, saya makan secara sembunyi-sembunyi.
Jalur kereta
Logawa ini tidak bisa langsung ke arah Jember dari Mojokerto, harus berhenti dulu
di Surabaya. Untuk ganti kepala kereta, barulah menuju Mojokerto, Pasuruan dan
seterusnya hingga Jember. Tiba di stasiun Jember pukul 20.00 WIB, dan menunggu
Bety menjemput saya. Ini memang bukan kali pertama saya ke Jember tapi ini kali
pertama saya ke Jember naik kereta sendirian. Sambil menunggu Bety, saya
jalan-jalan sekitar stasiun dan ambil gambar dengan smartphone yang
mulai nipis baterainya. Setelah cukup puas saya foto-foto akhirnya Bety datang
menjemput. Baru bertemu Bety lagi setelah sekian lama terpisah semenjak lulus
kuliah 2013 lalu. Sebelum menuju rumah Bety, saya diajak makan bakso urat yang
rasanya ajib banget. Karena nulisnya telat, saya jadi lupa nama warung bakso
itu, hehe maaf ya. Kapan-kapan saya tanyakan Bety dah.
![]() |
| stasiun Jember nampak depan, jam 20.00 WIB |
Puas makan
bakso kami naik motor menuju rumah Bety, dia tinggal berdua bersama suaminya. Sudah
cukup malam waktu itu, mungkin sekitar 22.30 WIB. Tidak langsung menuju rumah,
Bety berhenti di salah satu gardu komplek perumahan untuk beli sayur. Dalam hati
saya “Whaaat? demi apa jam segini ada tukang sayur di gardu”. Mungkin Bety
mendengar isi hati saya, dan dia bilang sudah hampir pagi, pedagang bersiap ke
pasar. Melihat ibu itu, saya mendadak teringan Emak, beliau juga berdagang
sayur di pasar. Yaaak perjalanan baru akan dimulai besok paginya, saya numpang
nginap semalam di rumah Bety dan suaminya. *Bersambung…
![]() |
| penampakan gerobak sayur tengah malam |




Komentar
Posting Komentar